W E L C O M E.......

Selamat datang di Dunia Mursali Irwan. Blog ini cuman buat sharing tulisan, apa aja.. bebas tapi terbatas... No Porn, No Advertise, No Sarkasm... and No..No... yang lainnya, pokoknya yang nggak baik-baik nggak boleh ditulis di sini.

Sabtu, 31 Mei 2008

Mengamati Fenomena Kepemilikan Kendaraan Bermotor Di Kota-Kota Besar


Oleh: Mursali Irwan


Bagi mereka yang sebagian hidupnya dihabiskan di jalan, tentu akan sangat akrab sekali dengan keadaan semerawutnya kendaraan bermotor yang berlalu-lalang di depannya. Situasi ini kadang membuat orang menjadi stress, tidak sedikit pengemudi kendaraan yang mengeluarkan sumpah serapah apabila ada kendaraan lain yang dirasa menghalanginya.

Tingginya jumlah kendaraan bermotor yang ada sekarang ini tanpa diimbangi dengan penambahan ruas jalan adalah penyebab utama kesemerawutan ini. Banyak aspek yang harus ditinjau untuk mengatasi hal ini. Betulkah pemerintah lamban dalam menyediakan sarana jalan guna mengimbangi semakin tingginya angka kepemilikan kendaraan bermotor? Ataukah kita sendiri yang tidak menyadari bahwa kita sebagai penguna kendaraan bermotor ikut andil dalam “mengacaukan” jalan raya?

Siapapun tidak bisa melarang seseorang untuk memiliki kendaraan bermotor, asalkan dia punya uang, seseorang berhak untuk menentukan pilihannya terhadap kepemilikan suatu barang. Tapi mungkin akan lebih bijaksana apabila sebelum menentukan pilihan, seseorang mempertimbangkan kebutuhannya tersebut. Banyak orang sekarang ini merasa harus memiliki kendaraan bermotor karena orang lain sudah punya, atau dengan memiliki kendaraan bermotor status sosialnya akan bertambah tinggi di mata masyarakat.

Kebutuhan vs gengsi

Apabila kita perhatikan status kendaraan bermotor saat ini dapat kita kategorikan menjadi tiga bagian, yaitu: kendaraan umum, kendaraan dinas dan kendaraan pribadi.

Kendaraan umum sebagai alat transportasi bagi masyarakat kalangan menengah ke bawah, sering menjadi kambing hitam penyebab kesemerawutan di jalan raya, padahal fasilitas ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat kita yang nota bene hampir 70% masyarakat kita adalah kalangan menengah ke bawah.

Mungkin benar opini masyarakat yang mengatakan bahwa Dinas Perhubungan atau ORGANDA setempat belum maksimal dalam menjalankan tugasnya, tetapi tidaklah bijaksana apabila menyalahkan keadaan ini kepada mereka tanpa kita mau melihat kerja keras mereka dalam mengatasi masalah ini.

Kendaraan dinas, kategori ini dapat kita kelompokan menjadi dua bagian, yaitu, kendaraan dinas instansi pemerintah dan kendaraan dinas perusahaan swasta. Disatu sisi keberadaan fasilitas ini sangat diperlukan guna menunjang aktivitas pekerjaan, tetapi di sisi lain apakah penyediaan fasilitas ini sudah tepat sasaran, sehingga produktivitas karyawan tersebut bisa meningkat.

Berdasarkan pada esensinya fungsi kendaraan, tentu kita semua sepakat bahwa sarana ini akan lebih efektif dan efisien jika disediakan bagi karyawan yang mempunyai mobilitas tinggi, yang mengharuskan dia untuk bergerak dari satu tempat ke tempat yang lainnya dengan jarak tempuh yang cukup jauh dan tentunya dalam koridor pekerjaan.

Kendaraan pribadi. Seperti telah dikemukakan di awal, bahwa tidak seorang pun bisa melarang kehendak orang lain untuk bisa memiliki kendaraan. Selama orang itu mampu, sah-sah saja dia membeli kendaraan, apapun alasannya, baik itu atas dasar kebutuhan ataupun karena gengsi sosial. Apabila kita cermati, kategori ini yang paling banyak persentasenya dalam peningkatan jumlah kendaraan.

Tentunya kita sudah mendengar tentang kejadian genk motor di kota Bandung atau di beberapa kota lainnya. Fenomena ini dipicu karena adanya rasa gengsi antar genk motor yang kemudian berubah menjadi perbuatan anarkis. Di era tahun 80-an sampai 90-an, genk motor ini hanya “berkompetisi” adu keterampilan sesama genk motor lainnya, para penggunanya juga rata-rata usia anak SMU (dulu SMA). Tidak hanya sepeda motor, anak-anak yang “dipinjamkan” mobil oleh orang tuanya pun, beradu keterampilan dalam “memutar-mutar” mobilnya.

Fenomena tersebut tentunya sangat memprihatinkan kita sebagai masyarakat yang beradab dan berperikemanusiaan. Sebagai ekses dari pesatnya jumlah kepemilikan kendaraan bermotor, bukan hanya kesemerawutan di jalan raya tetapi juga sudah terjadinya perbuatan anarkis yang menelan korban yang justru bukan masyarakat yang memiliki kendaraan bermotor.

Tunai atau Kredit

Pertumbuhan angka kepemilikan kendaraan bermotor saat ini sangatlah pesat. Hal ini dipicu oleh kemudahan dalam mendapatkan fasilitas kredit dari lembaga-lembaga pembiayaan untuk memiliki kendaraan bermotor. Dapat kita bayangkan hanya dengan uang lima ratus ribu sampai dengan satu juta rupiah, seseorang dapat mendapatkan satu unit sepeda motor. Terlepas dari apakah akan di-acc atau tidak, saat ini banyak orang berbondong-bondong untuk mendapatkan fasilitas tersebut.

Mari kita berhitung secara kasar. Apabila dalam satu hari pada satu lembaga pembiayaan di-acc sepuluh unit sepeda motor, maka dalam satu tahun akan muncul lebih kurang 3650 (tiga ribu enam ratus lima puluh) unit sepeda motor baru. Dan apabila kita kalikan dengan minimal 3 lembaga pembiayaan maka dalam satu tahun jalan raya di Indonesia akan bertambah jumlah kendaraannya sebanyak 10950 (sepuluh ribu sembilan ratus lima puluh) unit sepeda motor. Hal ini berlaku juga pada kepemilikan mobil. Belum ditambah dengan instansi-instansi yang menyediakan fasilitas kendaraan bagi karyawannya, minimal dalam satu tahun satu instansi akan membeli kendaraan dinas bagi karyawannya yang jumlahnya berbeda pada setiap instansi.

Pilihan yang lain adalah dengan cara membeli tunai, cara ini tentunya tidak seperti kredit. Tentunya tidak semua orang bisa mengumpulkan uang sepuluh sampai lima belas juta dalam satu bulan, untuk mendapatkan satu unit sepeda motor baru atau delapan puluh juta ke atas untuk mendapatkan sebuah mobil baru. Meskipun kepemilikan kendaraan dengan cara ini juga memberikan pengaruh pada peningkatan jumlah kendaraan, tetapi tidak sepesat dengan cara kredit.

Keberadaan lembaga-lembaga pembiayaan harus diakui sangat membantu bagi masyarakat yang memerlukan kendaraan guna menunjang aktivitasnya. Tetapi di sisi lain dengan kemudahan yang ditawarkannya banyak masyarakat yang sebenarnya tidak atau belum membutuhkan menjadi memaksakan diri untuk mendapatkan fasilitas tersebut. Hal ini menyebabkan mereka menjadi terjebak dalam kesulitan baru yaitu hutang. Bagi mereka yang telah meng-kalkulasikannya dengan baik tentu tidak akan menjadi kesulitan untuk melunasinya tetapi bagi mereka yang berspekulasi, pada akhirnya akan dikejar-kejar perusahaan pembiayaan dan yang terburuk adalah kendaraan mereka di tarik kembali, yang artinya hal ini merupakan pembuangan biaya demi kebutuhan yang semu.

Bersikap Bijaksana

Mencermati keadaan tersebut, sudah saatnya bagi kita untuk bisa bersikap lebih bijaksana dalam memenuhi kebutuhan hidup. Pemenuhan kebutuhan sebaiknya kita kembalikan kepada teori kebutuhan dimana kita utamakan kebutuhan primer lalu sekunder selanjutnya baru kebutuhan tertier dan lux. Tentunya seiring perkembangan jaman tiga kebutuhan terakhir tersebut terus berkembang tergantung dari tingkat ekonomi masyarakat itu sendiri.

Kebutuhan kendaraan bermotor akan berbeda bagi tiap-tiap orang. Untuk satu orang mungkin kendaraan adalah kebutuhan sekunder tapi untuk orang yang lain kendaraan merupakan kebutuhan tertier atau lux.

Bagi masyarakat kelas menengah ke bawah, kebutuhan akan kendaraan harus sangat tepat penempatannya. Untuk orang yang mobilitasnya tinggi, tentu kendaraan menjadi kebutuhan sekunder tetapi bagi orang yang mobilitasnya sedang atau rendah tentu kebutuhan kendaraan tidak akan menjadi yang utama.

Bila kita kaitkan dengan harga BBM yang sekarang ini semakin tinggi, tentu untuk masyarakat yang tidak terlalu membutuhkan kendaraan pribadi sebaiknya tidak buru-buru berkeinginan memiliki kendaraan pribadi. Lebih bijaksana apabila kita alokasikan kepada kebutuhan lain yang lebih diperlukan atau sangat lebih bijaksana apabila kita bisa saving untuk kebutuhan-kebutuhan yang sifatnya mendesak.

Alangkah indahnya apabila kita melihat jalan-jalan di Indonesia tidak dipenuhi dengan kendaraan yang semerawut tetapi dipenuhi dengan orang-orang yang merasa tercukupi kebutuhan hidupnya, mengembangkan senyumnya tanpa memikirkan harus melunasi cicilan kendaraan, tanpa merasa khawatir dengan kenaikan BBM.

Sudah saatnya bagi kita untuk berfikir dan bertindak realistis dan rasional, bukan saatnya lagi mementingkan status dan gengsi demi kebutuhan semu. Keadaan sekarang ini sudah semakin berat bagi sebagian orang jangan ditambah lagi dengan keinginan-keinginan irasional yang hanya akan menjadi beban di kemudian hari.